Rabu, 27 Oktober 2010

Kelarasan Koto Piliang

Sekilas Tentang Kedudukan Raja dalam Kelarasan Koto Piliang
Dalam khazanah kelarasan Koto Piliang dikenal lembaga-lembaga yang bernama Langgam Nan Tujuah, Rajo Tigo Selo dan Basa Ampek Balai. Lembaga-lembaga ini sudah ada sejak kelarasan Koto Piliang didirikan, berlanjut sampai masa pemerintahan Pagaruyung dan diteruskan sampai saat ini. Pada masa pemerintahan Kerajaan Pagaruyung, kelarasan Koto Piliang tampak mendominasi struktur dan gaya pemerintahan Kerajaan Pagaruyung yang aristokratis sesuai nilai-nilai dan falsafah yang dianut kerajaan-kerajaan Jawa. Nilai nilai feodal, sentralistik, otokratis dan aristokratis ini dibawa oleh Adityawarman yang kemudian dirajakan sebagai salah satu anggota Rajo Tigo Selo. Kelarasan Koto Piliang yang didirikan oleh Datuk Katumanggungan ini memang berpandangan bahwa lembaga raja dalam hal ini Rajo Tigo Selo sangat dihormati. Kedudukan raja berada diatas segalanya menurut adat Koto Piliang.
Oleh sebab itu di daerah rantau yang rajanya (raja-raja kecil) ditunjuk langsung oleh Pagaruyung sebagai perwakilan disana, aturan dan madzhab ketatanegaraan Koto Piliang sangat mendominasi. Sebagai contoh adalah di Rantau Pasaman, nagari-nagari seperti Talu, Pasaman, Lubuk Sikaping, Rao , Cubadak dan Kinali diperintah oleh raja-raja kecil dengan sistem kelarasan Koto Piliang, dimana pergantian kepemimpinan dilakukan secara turun temurun layaknya sistem monarki kerajaan. Berikut adalah raja-raja kecil yang memerintah di nagari-nagari tersebut:
  • Daulat Parik Batu di Pasaman
  • Tuanku Bosa di Talu
  • Rajo Bosa di Sundatar Lubuk Sikaping
  • Tuanku Rajo Sontang di Cubadak
  • Daulat Yang dipertuan di Kinali
  • Yang Dipertuan Padang Nunang di Rao
Berbeda halnya dengan kelarasan Koto Piliang yang mendudukkan raja di atas segalanya, kelarasan Bodi Caniago memposisikan raja dan lembaga raja hanya sebagai simbol pemersatu. Akibatnya walaupun kelarasan ini memiliki 7 daerah istimewa beserta pemimpin-pemimpinnya, tidak ada bagian struktur kelarasan ini yang menyatu secara struktural dengan pemerintahan Kerajaan Pagaruyung. Daerah-daerah penganut kelarasan Bodi Caniago tersebar di Luhak Agam,  Luhak Limopuluah, Solok dan sebagian kecil nagari di Luhak Tanah Datar (ex: Tanjung Sungayang). Daerah-daerah ini menganut kultur egaliterian dan anti sentralisme kekuasaan. Terbukti sebagian daerah-daerah di wilayah ini menjadi pendukung gerakan PRRI tahun 1957-1960 sebagai reaksi atas kebijakan sentralistik dari pusat kekuasaan di Jawa. Daerah-daerah wilayah ini pula yang paling bersemangat untuk kembali ke sistem pemerintahan nagari setelah periode reformasi.
Dinamika Langgam Nan Tujuah, Rajo Tigo Selo dan Basa Ampek Balai
Pada awalnya Langgam Nan Tujuah beranggotakan sebagai berikut:
  1. Pamuncak Koto Piliang (Pemimpin Langgam Nan Tujuah) berkedudukan di Sungai Tarab Salapan Batua
  2. Perdamaian Koto Piliang (Juru Damai Sengketa antar Nagari) berkedudukan di Simawang Bukik Kanduang
  3. Pasak Kungkuang Koto Piliang (Keamanan Dalam Negeri) berkedudukan di Sungai Jambu Lubuak Atan
  4. Harimau Campo Koto Piliang (Panglima Perang) berkedudukan di Batipuah Sapuluah Koto
  5. Camin Taruih Koto Piliang (Badan Penyelidik) berkedudukan di Singkarak Saniang Baka
  6. Cumati Koto Piliang (Pelaksana Hukum) berkedudukan di Tanjung Balik  Sulik Aia
  7. Gajah Tongga Koto Piliang (Benteng Selatan) berkedudukan di Silungkang Padang Sibusuak
Rajo Tigo Selo

//
Rajo Tigo Selo merupakan sebuah institusi tertinggi yang disebut Limbago Rajo, masing-masing terdiri dari Raja Alam, Raja Adat dan Raja Ibadat yang berasal dari satu keturunan. Ketiga raja dalam berbagai tulisan tentang kerajaan Melayu Minangkabau ditafsirkan sebagai satu orang raja.
Raja Adat mempunyai tugas untuk memutuskan hal-hal berkaitan dengan masalah peradatan, dan Raja Ibadat untuk memutuskan hal-hal yang menyangkut keagamaan.  Pada awalnya institusi untuk Raja Alam dan Raja Adat disebut sebagai Rajo Duo Selo, namun setelah agama Islam masuk ke Minangkabau diangkatlah Raja Ibadat.
Rajo Tigo Selo Pada Masa Pagaruyung
Pada masa pemerintahan Pagaruyung terdapat tiga istana untuk ketiga Raja yaitu :
  • Istana Ateh Ujuang di Balai Janggo tempat bersemayam Raja Adat
  • Istana Balai Rabaa di Gudam tempat bersemayam Raja Alam
  • Istana Ekor Rumpuik di Kampuang Tangah tempat bersemayam Raja  Ibadat
akan tetapi
  • Raja Alam berkedudukan di Pagaruyuang
  • Raja Adat berkedudukan di Buo
  • Raja Ibadat berkedudukan di Sumpur Kudus
Basa Ampek Balai
Dalam struktur pemerintahan kerajaan Pagaruyung Rajo Tigo Selo  dibantu oleh dewan menteri sejumlah empat orang yang disebut Basa Ampek Balai yang mempunyai tugas dan kewenangan-kewenangan dan tempat kedudukan atau wilayah sendiri pada nagari-nagari yang berada di sekeliling pusat kerajaan Pagaruyung. Pada awalnya Basa Ampek Balai beranggotakan sebagai berikut:
  1. Tuan Gadang di Batipuah, Harimau Campo Koto Piliang
  2. Datuak Bandaro Putiah di Sungai Tarab, Pamuncak Alam Koto Piliang
  3. Machudum di Sumaniak, Aluang Bunian Koto Piliang
  4. Indomo di Saruaso, Payuang Panji Koto Piliang
Setelah kuatnya agama Islam maka dirasa perlu untuk menambahkan pemimpin di bidang agama. Oleh karena itu struktur Basa Ampek Balai berubah menjadi :
  1. Datuak Bandaro Putiah di Sungai Tarab, Pamuncak Alam Koto Piliang
  2. Machudum di Sumaniak, Aluang Bunian Koto Piliang
  3. Indomo di Saruaso, Payuang Panji Koto Piliang
  4. Tuan Kadi di Padang Gantiang, Suluah Bendang Koto Piliang
Pada awalnya Tuan Gadang di Batipuah berdiri sendiri, namun kemudian menjadi bagian dari Basa Ampek Balai. Setelah Tuan Kadi menjadi anggota Basa Ampek Balai, Tuan Gadang kembali keluar dari struktur namun tetap memiliki kedudukan yang tinggi dalam struktur pemerintahan Pagaruyung. Ini disebabkan karena Tuan Gadang membawahi Nagari Batipuh yang merupakan nagari raksasa pada zaman itu, yang luas wilayahnya puluhan kali lipat dari nagari-nagari sekitar. Bahkan diantara orang-orang besar itu, hanya Tuan Gadang Batipuah yang berhak berdiri di hadapan Raja Alam.
Dalam hal pewarisan gelar dan jabatan, waris Raja turun kepada anaknya sedangkan waris  Tuan Gadang, Basa Ampek  Balai dan Langgam Nan Tujuah turun kepada kemenakan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar